UH-OOH!

The size of your web browser is too small for our website. Please consider resizing it bigger for best browsing experience.


Copyright © 2016 genfm

Loading..

5 Fakta Raden Soesalit, Anak Tunggal RA Kartini



Susah Sewaktu ‘Alit’

Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat, beliau merupakan putra pertama dan tunggal hasil dari pernikahan RA Kartini dengan Bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat.
Soesalit lahir pada 13 September 1904 di Rembang, Jawa Tengah. Nama Soesalit merupakan singkatan bahasa Jawa yang berarti, soesah naliko alit (Susah semasa kecil), alasan nama tersebut diberikan karena RA Kartini meninggal 4 hari setelah melahirkan RM Soesalit.
RM Soesalit juga memiliki saudara tiri seayah yakni Abdoelmadjid Djojoadhiningrat. Dimana Abdoelmadjid ini merupakan salah satu tokoh dalam Perhimpunan Indonesia dan Partai Sosialis Indonesia.
Semasa kecil, RM Soesalit lebih banyak menghabiskan waktunya di Rembang dalam naungan sang kakak tiri tersebut.
Singkat cerita Soesalit yang hidup dimasa penjajahan Belanda, lantas sering berinteraksi dengan pihak Belanda, begitupun dengan masa penjajahan Jepang, Soesalit juga banyak diajari tentang strategi perang oleh penjajah asal negeri Sakura itu. Hal ini yang kemudian mencetak kiprah Soesalit sampai ia berpulang pada 17 Maret 1962 tepat ketika usianya 57 tahun.
Beliau yang meninggal di Jakarta itu kemudian dimakamkan di kompleks pemakaman bersama mendiang sang ibu, RA Kartini di Jepara.




Soesalit Muda

Jika digambarkan masa muda Soesalit, dia merupakan sosok yang jago perang, memasak dan berwawasan seni yang baik. Beberapa orang tercengang dengan kemampuannya tersebut.
Contohnya, pada masa kependudukan Jepang, RM Soesalit direkruit untuk bergabung dengan tentara pembela tanah air (PETA). Nggak hanya itu, ia juga menyandang gelar Mayor Jenderal dalam masa kemiliterannya namun pangkatnya turun menjadi kolonel setelah adanya hasil Re-Ra (Reorganisasi – Rasionalisasi) di Angkatan Perang Republik Indonesia di tahun 1948.
Selain itu Soesalit juga pernah menyandang beberapa pangkat dalam kedinasan kemiliteran yakni sebagai Komandan Brigade V Divisi II Cirebon (sampai dengan Oktober 1946), Panglima Komando Pertempuran Daerah Kedu dan sekitarnya (1948) dan sebagainya.
Sosoknya yang cerdas membuat beliau dikenal oleh banyak pihak, tidak terkecuali dengan presiden pertama RI, Soekarno.
Di samping berkutat dengan senjata, ternyata putra tunggal RA Kartini tersebut juga lihai dalam memasak. Bayangkan saja, seorang pejuang berdarah ningrat ini pandai membuat sambal bahkan ibu negara, Fatmawati pun menyukainya.
Tidak sampai disitu, Soesalit merupakan sosok yang berwawasan, hal ini terbukti pada pengetahuannya atas sejarah wayang. Tak pelak ketika Ir. Soekarno menikmati pagelaran wayang kulit, beliau selalu meminta penjelasan tentang alur dan lakon kepada Soesalit.




(Orang Tua Soesalit keturunan ningrat)

Keluarga Ningrat itu Hilang Jejak

Seluk beluk kehidupan RM Soesalit memang tak banyak yang tahu. Keturunan langsung keluarga ningrat ini seolah hilang tanpa jejak, loyalitasnya pun dikala muda tetap terngiang namun jarang ada yang mengetahuinya.
Ya, minimnya informasi membuat masyarakat sedikit tabu akan nama-nama penerus RA Kartini, hanya lewat RM Soesalit lah publik dapat memahami walau sedikit. Namun demikian bukan berarti sang darah pahlawan tak berjejak sekalipun. Silsilah keturunan RA Kartini pun terungkap sedikit demi sedikit.
RM Soesalit yang menikah dengan wanita Jawa yakni Siti Loewijah, telah dikaruniai seorang putra bernama Boedi Setyo Soesalit. Namun sayangnya kala Boedi lahir sang ayah (RM Soesalit) sudah meninggal. Persis seperti dirinya yang tidak lama setelah dilahirkan, Kartini meninggal muda.



(KKR: Kartini, Kardinah dan Roekmini)

Cucu Pertama Kartini

Cucu pertama RA KArtini dinamai Boedi Setyo Soesalit. Layaknya sang ayahanda, Boedi diberkahi kecerdasan yang tinggi. Kala itu Boedi mendapatkan beasiswa ke Australia namun ternyata beliau lebih memilih bekerja di perusahaan swasta.

Melanjutkan silsilah keturunan, kemudian Boedi menikah dengan Sri Bijatini, dalam pernikahannya ini Boedi dan istri memiliki 5 momongan. Keturunan sang emansipasi memanglah masih berlanjut namun nyatanya makin kesini makin tidak terdeteksi.

Boedi dan istri seolah tidak dikenali oleh siapapun, bahkan ibu Bijatini (istri alm. Boedi) dan anak-anaknya memilih diam daripada mengaku keturunan RA Kartini. Selanjutnya, ibu Bijatini yang kini berusia 78 tahun itu mengungkapkan bahwa ia lebih memilih hidup sederhana.





Warisan untuk Soesalit

Masih tentang anak tunggal Kartini, Soesalit yang masa kecilnya sulit dan sudah besar kabarnya bak hilang ditelan bumi, ternyata lewat peninggalan Kartini, jejak manis itu masih ada.

Para sesepuh di atas Soesalit mengakabarkan bahwa Kartini pernah meninggalkan kenangan berupa benda untuknya yakni, sebuah Al-Quran. Benda suci tersebut disimpan dan dijaga oleh Soesalit atas saran sang paman, yakni RMP Sosrokartono yang merupakan kakak kandung RA Kartini.

Al-Quran tersebut merupakan salah satu benda bersejarah dalam kisah RA Kartini. Kala itu sang pahlawan emansipasi ini mendatangi pengajian saat beliau berkunjung ke kediaman pamannya yang juga salah satu tokoh pembesar di Demak. Pengajian tersebut dipimpin oleh seorang Kiai yang berasal dari Dukuh Kedung Jumbleng, Desa Ngroto, Kecamatan Mayong.

Sang kiai yang diketahui bernama Sholeh Darat tersebut menjelaskan makna Al-Quran dengan lugas dan luas, seketika itu juga RA Kartini tersentuh dan terkesima atas isi
Al-Quran yang selama ini hanya bisa dibacanya tanpa mengetahui arti/terjemahan sebenarnya.

''Selama ini surat Al Fatihah gelap bagi saya, saya tidak mengerti sedikit pun akan maknanya, tetapi sejak hari ini ia menjadi terang benderang sampai kepada makna yang tersirat sekali pun, karena Romo Kiai menjelaskannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami,'' demikian Kartini berujar saat ia mengikuti pengajian Saleh Darat.

Dari sana, sang kiai menghadiahkan Al-Quran terjemahan bahasa Jawa kepada RA Kartini. Pada masa itu baru juz 1-15 yang berhasil diterjemahkan. Rencananya sisa dari juz 16-30 akan diberikan kemudian, namun sayangnya RA Kartini sudah tutup usia sebelum menerima lanjutan Al-Quran terjemahan itu. Itulah mengapa RMP Sosrokartono menyarankan agar RM Soesalit menjaga dan menyimpannya.

Berikan Komentar Anda